KEADILAN DAN TUHAN DAPAT DIKENAL


Banyak alasan dan penjelasan ilmiah mengenai pertanyaan ini. Namun saya hanya mengambil yang sederhana saja yang saya kutip dari pernyataan “Revolusioner” Pidi Baiq, seorang penulis terkenal (Buku Drunken Molen & Drunken Mama), jawaban dari pertanyaan mengapa Tuhan (masih) belum bisa dilihat saat ini di dunia ini adalah karena Tuhan masih kasihan sama saudara-saudara kita yang tuna netra. Lho kok bisa? iya, karena Tuhan Maha Adil dan keadilanNya tersebut merata sesuai kapasitas makhluknya. Jadi jika misalkan Tuhan dapat dilihat di dunia ini sekarang, maka Tuhan telah melanggar sendiri FirmanNya yang menyatakan bahwa Dia Maha Adil. Maka semuanya belum bisa melihat Tuhan saat ini denga mata telanjang, nah dari sinilah keadilan Tuhan dapat dirasakan bersama baik oleh yang bisa melihat maupun yang tuna netra.

Manusia dewasa adalah manusia yang tidak memikirkan zat Tuhan mengapa tidak bisa dilihat dll, manusia dewasa dan beriman adalah manusia yang mempercayai Tuhan sepenuhnya melalui FirmanNya dan yakin bahwa Dia tak akan pernah ingkar janji. “Sholatlah (beribadahlah) kalian kepada Allah seolah-olah kalian melihatNya. Dan meski kalian tidak dapat melihatNya, Dia dapat melihatmu.” (Al Hadis). Jika kita percaya bahwa udara itu ada meski kita tak dapat melihat bentuk dan zatnya, demikian halnya dengan Tuhan, bukan? Dunia yang hina ini tidak layak menampung Zat Nya yang Maha Suci (Ingat kisah Musa as yang pingsan/mati lantas dihidupkan Tuhan kembali karena meminta diperlihatkan Zat/wujud Allah).

Percayalah bahwa kelak di Surga semua manusia bak yang semasa di dunianya dalam keadaan normal aupun tuna netra semua akan dapat meliha wajah TuhanNya, demikianlah Janji Nya.

TUHAN DAPAT DIKENAL

Bahasan-bahasan berikut ini adalah jawaban atas upaya- upaya pembandingan Tuhan menurut Kristen dan Allah menurut Islam, serta masalah keimanan kedua umat.

Menurut Dr. Robert Morey, "Tuhan dapat dikenal. Yesus Kristus datang kedunia ini agar kita boleh mengenal Tuhan (Yohanes 17:3). Namun dalam Islam Allah tidak dapat dikenal. Allah begitu tinggi dan mulia, sehingga tidak ada seorangpun yang pernah secara pribadi mengenalNya" (Robert Morey, Op. cit., hal. 63).

Yohanes 17: 3 yang dimaksud oleh Dr. Robert Morey berbunyi seperti berikut: "Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus (Alkitab Edisi Milenium, Lembaga Alkitab Indonesia, th. 2003, hal. 143)

Berdasarkan ayat ini maka berarti umat Kristen mengenal Tuhannya melalui seorang utusan yaitu Yesus. "Melalui utusan" seharusnya diartikan "melalui apa yang diajarkan" oleh seorang utusan, bukan mengenal sang utusan sebagai Tuhan.

Mengenal Tuhan dengan pandangan sebagai pribadi, lebih mendekati pikiran primitif yang pernah dikenal oleh masyarakat Mesir Kuno -salah satunya-. Kepercayaan terhadap Re (dewa matahari), yang sebetulnya adalah matahari itu sendiri, bertahan dari dinasti ke II (± 3000 SM) raja-raja Mesir Kuno hingga dinasti Khofo (1400 SM). Hal ini dikuatkan dengan ditemukannya tulisan di makam salah satu raja dinasti II, yang menyebut dewa matahari dengan sebutan "Nabire" ( Mu'jam al-Hadlarah al-Mashriyah al-Qadimah (Ensiklopedi Peradaban Mesir Kuno), hal. 170).

Pada abad 14 SM, raja­raja mesir mulai mengembangkan pandangan pantheisme demi melanggengkan kekuasaannya. Kepercayaan masyarakat Mesir kuno yang sebelumnya tertuju kepada Matahari akhirnya beralih kepada Raja-raja itu sendiri sebagai perwujudan dewa Re/Ra di muka bumi.

Dr. Robert Morey yang mengenal Tuhannya dalam pandangan wujud seorang manusia, seharusnya menyadari bahwa wujud manusia yang berbentuk materi -ketika masa kehidupan Yesus- sekarang sudah tidak ada lagi. Tapi Allah yang tidak pernah akan mati masih ada dan bisa dikenali. Pandangan untuk mengenal Tuhan dalam perwujudan seorang manusia adalah pandangan primitif ketika manusia tidak mampu menalar keberadaan Tuhan yang tidak bisa diindera, hal ini menjadi pandangan umum umat manusia pada masa sebelum Islam, apalagi pada masa Fir'aun yang menuhankan dirinya. Tapi pada masa modern seperti saat ini pandangan wujud Tuhan dalam bentuk manusia adalah aneh, terhadap seorang pemimpin negara saja penghormatannya tidak seperti dulu yang seakan menyembah. Manusia modern lebih bisa menalar bahwa manusia sangatlah terbatas, maka tidak mungkin menjadi Tuhan. Pandangan perwujudan Tuhan dalam bentuk pribadi manusia hanyalah sekedar ‘kepercayaan' yang sangat susah dihilangkan karena tertanam sejak kanak-kanak, tapi secara logika amat sulit untuk dijelaskan, maka tidak mengherankan jika penjelasannya seringkali menggunakan analogi.

Selain pandangan bahwa tuhan dalam wujud pribadi, ada pandangan lain -seperti yang diungkapkan oleh Dr. Robert Morey-, yaitu pandangan bahwa tuhan itu berwujud roh. Pandangan ini pada dasarnya hanya untuk memasukkan roh kudus ke dalam jajaran trinitas. Sebab jika pandangan itu terlepas dari kepentingan tersebut, maka akan lebih parah lagi, sebab kepercayaan kepada roh sebagai yang dipertuhankan adalah pandangan yang paling primitif dalam sejarah kepercayaan umat manusia. Paham inilah yang memunculkan paham totemisme, yaitu kepercayaan terhadap roh-roh yang berada pada beberapa macam binatang atau benda yang kemudian divisualisasikan dalam bentuk totem, atau patung dan berhala (Abas Mahmud al-Aqad, Allah, Al-Haiah al-Mashriyah al-`Amah lilkitab, Kairo, 1998, hal. 15).

Kelemahan akal manusia sering kali membuat mereka memvisualisasikan hal-hal yang tidak dapat mereka indra. Kepercayaan terhadap wujud yang tak terindra agak sulit mereka terima, karena sarana yang dipakai hanya akal saja. Itulah sebabnya manusia perlu bimbingan lain untuk menggunakan akalnya, yaitu melalui Rasul dan kitabnya. Bibel sendiri mengajarkan bahwa wujud Allah tidak bisa disamakan dengan yang lainnya.

Dengan siapa hendak kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus. (Yesaya 40: 25).

Ajaran ini pada dasarnya sama dengan ajaran al-Qur'an yang menyebutkan :

Tidak ada satupun yang menyerupai-Nya. (as Syura: 11)

Jika memang tidak ada satupun yang menyerupaiNya, maka bagaimana cara mengenalnya? Dalam ajaran Islam banyak sekali cara-cara yang diajarkan untuk mengenal Allah menurut kemampuan masing-masing orang. Mereka yang hanya mampu mengenal melalui logika akal, dapat membuktikan keberadaan Allah melalui perenungan terhadap ayat-ayatNya baik yang tertulis (al-Qur'an) maupun yang tidak tertulis (alam semesta). Sedangkan mereka yang mampu menambahkan kemampuan batin selain logika akal, maka dapat mengenal Tuhannya dengan mata hati, seperti yang dicapai oleh para sufi. Indera manusia yang berwujud materi tidak akan mampu mengindera dzat Allah yang maha Agung, Nabi Musa saja ketika ingin melihat Allah tidak mampu hingga pingsan dan gunung di dekatnya hancur apalagi manusia modern yang sudah banyak lalai terhadap Tuhannya. Penjelasan masalah ini kami cukupkan sebatas jawaban, untuk penjelasan tatacaranya lebih baik merujuk pada karya-karya para Sufi yang sudah berhasil mengenal Allah dengan sarana akal dan kalbunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar