Aku skarang enga mau lagi
berkenalan ama cwo2 yg beragama islam lewat fb , , , ,
aku tadi nonton tv dan ada filem yg bertema penculikan gitu
, . . . . .
Jadi kalo liat
cwo2 yg pake baju muslim dan bawah2 keset , . . . Iiiidii itu cuma akting , . .
. Itu taktik buat hati cwe2 kelepek2 awal2nya sok alim tapi berakhir dngan
penculikan , . . . . .
Aku takut jika lewat ama cwo
muslim ,walaupun ganteng ,pake baju muslim dan bawah KESET , itu pasti penculik
yg berkedok alim , . . . .
--https://www.facebook.com/groups/Mokoginta2013partII/permalink/487324878017503/
======================
Kristenisasi Mengincar
Muslimah
Filed under: Waspadai Pemurtadan
Dengan mengenakan busana Muslimah,
kaum pemurtad yang diduga kuat sebagai aktivis Salibis mendatangi masjid-masjid
dan tempat kumpul aktivis dakwah yang banyak dikunjungi Muslimah.
Mereka mengincar akhwat untuk
dimurtadkan.
Jumat (24/6/2005),
tengah hari. Jarum jam menunjukkan angka 10.30 WIB. Di luar, Sang surya
memancarkan cahayanya, menjalankan perintah Sang Khalik: menyinari bumi, ciptaan
Allah Yang Maha Agung. Manusia pun terlihat lalu-lalang, mengejar rezeki dunia.
Padahal waktu shalat Jumat segera tiba.
Tiba-tiba suara telepon redaksi SABILI, berdering. Setelah
mengangkat gagang telepon, terdengar suara perempuan menjerit dan ketakutan.
“Tolong saya pak. Saat ini saya berada di luar Jakarta. Mereka menculik saya
dengan mobil,” telepon Endah (nama samaran), singkat, dengan rasa takut, kepada
salah seorang kru SABILI.
Endah
adalah seorang akhwat, aktivis dakwah. Bersama teman-teman sebayanya, selama ini
gadis berusia 23 tahun itu aktif mengikuti program tahfidzul Qur’an di Pesantren
Yapith, Pondok Gede, Bekasi. Selain itu, ia juga rutin mengikuti kajian pekanan
(liqo’) gerakan Tarbiyah.
Nasib
Endah sungguh ironis. Gadis yang awalnya sangat periang ini sedang diincar
gerakan kristenisasi. Endah sedang menjadi target operasi (TO) gerakan
pemurtadan yang terselubung. Dengan cara-cara tak terpuji, mereka berusaha keras
memurtadkan aktivis masjid ini.
“Penculikan” Endah ini sudah yang kesekian kalinya. Hal itu
dibenarkan Yan, kakak Endah. Menurut Yan, tahun 2003 lalu, Endah pernah
mengalami nasib serupa. Mereka pernah membawa Endah ke sebuah rumah yang berada
di daerah Tanggerang. Di sana, mereka berusaha mencuci otak Endah dengan
memberikan doktrin-doktrin Kristen.
Namun usaha mereka ternyata tak terlalu berhasil. Mantan
siswi Ma’had Al- Hikmah, Bangka, Jakarta Selatan ini akhirnya berhasil
meloloskan diri dari sekapan mereka. Dengan alasan mau kuliah ke Ma’had
Al-Hikmah, Endah pun bisa kembali lagi ke rumah. Setelah berhasil lolos, kondisi
Endah ternyata agak berubah. Ia sering merasa sakit kepala dan kerap tak
sadarkan diri. Dalam keadaan tak sadar itu pula ia sering menyebut-nyebut Yesus,
sementara lidahnya terasa berat untuk membaca Qur’an.
Untuk mengatasinya, Endah akhirnya
melakukan terapi ruqyah (dibacakan ayat-ayat Qur’an dan doa, sebagaimana
dicontohkan Nabi saat mengusir jin dari dalam tubuh manusia). Setelah tim ruqyah
berhasil mengeluarkan pengaruh sihir dan jin dari tubuh Endah, kondisi akhwat
yang sering mengajar ngaji anak-anak ini lebih mendingan dan bisa kembali
beraktivitas seperti sediakala. “Beberapa bulan lalu kondisinya sudah bagus,
tapi belakangan ini kambuh lagi,” kata Budi.
Kasus Endah bermula dari sebuah acara di Masjid Istiqlal,
beberapa tahun lalu. Waktu itu, Endah didekati seorang perempuan berjilbab,
seperti pakaian seorang akhwat (pakaian jubah dengan jilbab panjang). Entah
mengapa setelah berkenalan, tiba-tiba Endah terhanyut dan mau saja mendengar
omongan perempuan itu. Apalagi dalam obrolan itu, ia sering kali menyinggung
tentang gerakan Islam, mulai dari Tarbiyah, Salafi, Jamaah Tabligh hingga Hizbut
Tahrir.
Pertemuan Endah dengan
perempuan berjilbab itu ternyata berlanjut sampai Endah kuliah di Ma’had Al
Hikmah, Bangka, Jakarta Selatan. Perempuan ini acap kali menyatroni Endah ke
Ma’had tersebut. Seperti juga pertemuan-pertemuan sebelumnya, seperti
dihipnotis, Endah tak kuasa menolak ajakan perempuan berjilbab itu untuk
berjalan-jalan. Mereka juga sering kumpul dengan beberapa orang, bak sebuah
halaqah, mengkaji Islam.
Mulanya, materi-materi yang disampaikan dalam “halaqah”
itu, tidak ada yang bermasalah. Namun lama-kelamaan dirasakan materinya agak
menyimpang. Tidak lagi berpandangan positif terhadap Islam, malah
menjelek-jelekkan harakah (gerakan) satu dengan harakah lainnya. Bahkan sering
kali memfitnah Allah, Islam dan Rasul-Nya.
Kasus ini pun mencapai klimaksnya saat mereka “menculik”
dan menyekap Endah di sebuah rumah di luar Jakarta. Semalaman, seorang perempuan
yang mengenakan jilbab dan mengenakan kalung salib mendoktrin Endah dengan
doktrin-doktrin Kristen. Sejak itu, Endah, yang awalnya gadis periang ini, kini
selalu dibayangi rasa takut mendalam karena menjadi incaran gerakan
kristenisasi.
Di Bekasi,
beberapa waktu lalu juga terjadi kasus serupa. Linda, seorang akhwat berteman
akrab dengan seorang perempuan Kristen yang menyebut dirinya dengan “umi”. Saat
akhwat ini lengah, perempuan itu mengambil dompetnya. Dompet akhwat ini kemudian
diberikan kepada suami si perempuan itu yang juga menyebut dirinya dengan “abi”.
“Abi” ini kemudian memanggil akhwat tersebut. Namun setelah pertemuan dengan
“abi”, akhwat ini jadi tidak karu-karuan. Kepalanya sering terasa sakit. Saat
diperintah suaminya, akhwat ini jadi tak menurut. Ia juga tak lagi senang
membaca al-Qur’an. Selain sering menyebut-nyebut nama “umi” dan “abi”, akhwat
ini juga sering kebayang-bayang Yesus, Tuhan Kristiani.
Kondisi akhwat itu saat ini sudah
pulih kembali. Namun perjuangan memulihkannya cukup berat. Untuk menghilangkan
pengaruh jin di tubuh akhwat itu, memakan waktu sekitar tujuh bulan. Selama itu
pula keluarga Adi Ambargono ini mendapat tekanan batin karena sering mendapat
komentar tidak sedap dari masyarakat sekitar.
Kasus pemurtadan para akhwat ternyata tak hanya terjadi di
Jakarta dan Bekasi, tapi juga terjadi di luar Jakarta. Beberapa waktu lalu,
kasus yang mirip terjadi di Medan, Sumatera Utara (Sumut). Seorang akhwat,
keponakan aktivis gerakan Tarbiyah Medan diculik kelompok Kristen sampai dua
kali.
Awalnya, seorang
perempuan berjilbab mendekati seorang akhwat. Merasa targetnya sudah percaya,
kemudian ia mengajak akhwat ini minta izin tidak masuk sekolah untuk makan-makan
dan jalan-jalan. Hal ini terus berlangsung selama kurang lebih tiga bulan. Bak
disambar geledek di siang bolong. Ayahnya kaget setelah mendapat kabar bahwa
anaknya sudah tiga bulan tidak masuk sekolah dengan alasan izin ke rumah sakit.
Padahal setiap hari ia merasa tidak ada masalah karena anaknya selalu berpamitan
untuk berangkat sekolah.
Puncaknya, Akhwat ini diculik dan dibawa kabur ke Jambi.
Selama dalam perjalanan, mereka memasukkan dan membaptis aktivis Islam ini di
gereja. Bahkan, karena berontak, mereka pernah memukul kepala akhwat ini sampai
pingsan. Beruntung ia bisa kabur. Namun setelah berhasil pulang, kondisinya
sudah tak normal. Akhwat ini sering merasa sakit kepala dan kerap tak mampu
mengendalikan diri. Akhirnya, setelah diruqyah, kondisinya mulai pulih
kembali.
Tapi kaburnya “buruan” tidak membuat para
pemurtad itu patah semangat. Beberapa waktu kemudian, saat seisi rumah tengah
tertidur lelap, mereka menaiki loteng dan menculik kembali akhwat tersebut.
Orang tua akhwat ini baru tersadar setelah menerima SMS dari penculik yang
bunyinya: “Selamat mengambil anakmu yang ada di neraka.”
Langkah cepat segera dijalankan
Ustadz Nuh, mantan Ketua PKS Sumut yang kini menjadi anggota DPRD provinsi
tersebut. Ia langsung mengontak seluruh kader PKS Sumut. Tak beberapa lama, ada
kabar akhwat itu berada di Polres Siantar, setelah sebe lumnya ditemukan di
sebuah pohon dalam kondisi terikat. Kini, di Sumut, kasus pemurtadan akhwat
tersebut menjadi persoalan serius. Meski kasus kristenisasi ini sudah masuk ke
kepolisian, namun sejumlah ormas Islam, seperti DDII, IKADI, PKS dan organisasi
Islam lainnya terus mendesak agar Kapolda Sumut segera serius mengusut tuntas
kasus ini.
Di Bandung, Jawa
Barat upaya-upaya pemurtadan para akhwat, aktivis dakwah, juga marak. SABILI
mendapat cerita langsung dari Siti Nurjanah, SS, seorang murrobi (guru) dan
aktivis Tarbiyah. Menurutnya, untuk mengincar mangsanya, khususnya para akhwat
di Bandung, para misionaris dan kaum pemurtad sering mengenakan simbol-simbol
Islam, seperti jilbab panjang dan jubah.
Sasaran mereka adalah akhwat yang baru mengikuti kegiatan
Tarbiyah. Karena pemahaman para akhwat ini, baru sebatas belajar dan belum utuh
benar pemahaman keislamannya, sehingga besar kemungkinan masih bisa mereka
pengaruhi. Untuk memangsa sasaran, biasanya mereka mendatangi tempat-tempat yang
menjadi ajang berkumpulnya orang Islam di Bandung, seperti Masjid Salman, Masjid
Istiqomah, juga Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jawa Barat. Setelah menyusup ke
tempat ramai tersebut, mereka mendekati para akhwat dan berusaha memengaruhi
akidah mereka.
Sebut misalnya,
cerita yang terjadi di Pusdai (Bandung) beberapa waktu lalu. Saat itu ditemukan
seorang perempuan yang mengenakan busana mirip akhwat pada umumnya: berjilbab
panjang dan memakai jubah. Secara tak sengaja, saat di toilet seorang akhwat
melihat perempuan berjilbab itu memakai kalung Salib. Bahkan saat diperiksa, di
dalam tas perempuan tersebut ditemukan Alkitab.
Kecurigaan itu makin terasa saat para akhwat melaksanakan
ibadah shalat. Di saat semua orang melakukan rukun Islam kedua itu, perempuan
berjilbab tadi tidak melakukannya. “Saya mendapat informasi ini dari aktivis
dakwah kampus yang mengikuti kegiatan Tarbiyah,” tegas Siti Nurjanah. Masih di
sekitar Bandung, kasus pemurtadan kali ini terjadi di Universitas Winayamukti
(Unwim) Jatinangor, Jabar. Korbannya, lagi-lagi akhwat, mahasiswi Universitas
Padjajaran (Unpad). Beberapa waktu lalu, ia didekati seorang pria yang mengaku
diri sebagai perwira polisi. Sejak pertama kali berkenalan, pria ini terus saja
menempel akhwat itu.
Namun
belakangan diketahui pria yang mengaku dari kesatuan polisi itu adalah seorang
Nasrani. Merasa sudah saatnya, ia pun mengajak akhwat ini menikah dan pindah
agama. Setelah menikah, akhwat ini tak pernah mengikuti kegiatan Tarbiyah lagi.
Tim Forum Antisipasi Kristenisasi dan Pendangkalan Akidah (FITRAH) juga
menceritakan kasus pemurtadan yang nyaris menimpa seorang akhwat, mahasiswi UPI
Bandung. Kasusnya terjadi pada akhir tahun 2004 lalu. Mulanya, seorang akhwat
diminta memberikan les privat bahasa kepada orang asing beragama Nasrani.
Lama-kelamaan keluarga itu
melakukan pendekatan personal. Mereka melakukan pendekatan persuasif, seperti
mengajak jalan-jalan bareng. Saat akhwat ini mengalami masalah ekonomi, mereka
membantunya. Namun ujung-ujungnya, mereka meminta akhwat ini pindah agama. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, akhirnya ia pergi dari keluarga
Nasrani itu.
Kasus pemurtadan
akhwat di Sumatera Barat tak kalah hebohnya. Kasus ini terjadi di kampus
Politani Universitas Andalas, Payakumbuh beberapa waktu lalu. Sedikitnya 23
akhwat, mahasiswi Politani, kesurupan dan menyebut-nyebut nama Bunda Maria,
Yesus dan Salib. September 2003 lalu kasus serupa juga menghantam Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) II Payakumbuh. Sebanyak sebelas siswi kesurupan dan
menunjukkan perilaku aneh, menyebut-nyebut nama Yesus, Bunda Maria, Salib dan
menyatakan suka dengan Injil.
Kasus demi kasus pemurtadan yang mengincar akhwat terus
menguak ke permukaan. Ibarat fenomena gunung es, yang nampak dan muncul hanyalah
sebagian kecil saja. Sementara yang belum muncul ke permukaan, disinyalir masih
banyak. Karenanya, sudah seharusnya aparat kepolisian serius menindaklanjuti
laporan yang masuk, seperti terjadi di Sumatera Utara.
Sambil menunggu tindakan aparat,
yang penting dilakukan Muslim dan Muslimah, khususnya para dai dan daiyah,
adalah agar memberikan tarbiyah (pendidikan Islam) secara utuh, sehingga mereka
yang kerap jadi sasaran, terhindar dari jerat-jerat pemurtadan yang sedang
mengincar. Tak kalah pentingnya adalah, selalu waspada. Beragam info di atas,
jadikan pelajaran dan pengalaman, agar terhindar dari upaya-upaya busuk mereka.
Jika tidak, gawat!
Rivai
Hutapea (Sabili)
====https://www.facebook.com/groups/Mokoginta2013partII/permalink/487098228040168/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar