9 Bukti Nabi Muhammad TIDAK Menikahi Aisyah Dibawah Umur !!!!!!!!!




Meluruskan Fitnah Kubro kaum Kafir Tentang Pernikahan Nabi Muhammad dengan Siti Aisyah
Seorang teman kristen suatu kali bertanya ke saya,”Akankah anda
menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua
berumur 50 tahun?” Saya terdiam. Dia melanjutkan,” Jika anda tidak akan
melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos
berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?” Saya katakan padanya,” Saya
tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini.”

Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam
batin saya akan agama saya. Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan
seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, Orang-orang
akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah.

Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi
orang-orang yang naif dalam mempercayainya.Tetapi, saya tidak cukup puas
dengan penjelasan seperti. Nabi merupakan manusia tauladan, Semua
tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat
meneladaninya.

Bagaimaanpun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk
saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang
berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang
tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun
tidak semuanya, akan memandang rendah thd orang tua dan suami tua
tersebut.

Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk
menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon
suami berumur dibawah 18 tahun , dan calon isteri dibawah 16 tahun.
Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah
menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur
diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini
memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim
pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.

Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya
thd Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi
berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang
saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya
benar adanya.

Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis
polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah
dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang
menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya. Beberapa hadist
(tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat
pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tsb sangat bermasalah. Saya
akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisyanm
ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua
yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.

++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++
-------------------------------------------------------------------------------------------------
BUKTI #1: PENGUJIAN TERHADAP SUMBER

Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya, Yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru
menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid
di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal
ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, dimana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ” Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l-tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orangIraq:
” Saya pernah dikasih tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang
dicatat dari orang-orang Iraq” Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al-
`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu’l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’l athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindha ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI:
Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:

pra-610 M: Jahiliya (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu


610 M : turun wahyu pertama Abu Bakar menerima Islam 

613 M : Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat

615 M : Hijrah ke Abyssinia.

616 M : Umar bin al Khattab menerima Islam.

620 M : dikatakan Nabi meminang Aisyah

622 M : Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah
-------------------------------------------------------------------------------------------------

BUKTI #2: MEMINANG

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn
Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada
usia 9 tahun.

Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga
tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah
dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah
seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah.
Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah
berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami
kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------

BUKTI # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah

Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah ” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan
ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia
Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN:
Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi
satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7
tahun adalah mitos tak berdasar.
------------------------------------------------------------------------------------------------
BUKTI #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’

Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’, Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992).

Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]”
(Al-Bidayah wa’l-nihayah, IbnKathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr
al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H,
dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia
meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20
hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari
kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan
meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p.
654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisuh usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M).

Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika
Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun.
Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana
Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia
Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20
tahun.

Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan
dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan
pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ?
12 atau 18..?

KESIMPULAN:
Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
BUKTI #5: Perang BADAR dan UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr
dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab
karahiyati’l-isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan
salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar,
mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak
jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat
mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari
(Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa
qitalihinnama`a’lrijal): “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud,
Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya
melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit
pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud and Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): “Ibn
`Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya
berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years
akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b)
Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN:
Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan
bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia
15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria
dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk
menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi
usia pernikahan Aisyah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)

Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan
sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah
tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M.
jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di
tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in
Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas,
secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang
baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang
masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah
menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada
saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karean itu sudah pasti berusia
14-21 tahun ketika dinikah Nabi.

KESIMPULAN:
riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.
------------------------------------------------------------------------------------------------
BUKTI #7: Terminologi bahasa Arab

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri
pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati
Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepada nya ttg pilihan yang ada
di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr)
atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi
bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama
Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr
dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.
Kata yang tepat untuk gadis belia yangmasih suka bermain-main adalah,
seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan
untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan
pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa
Inggris “virgin”. Oleh karean itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9
tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p.
.210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan:
Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas
adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam
pernikahan.” Oleh karean itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada
waktu menikahnya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------
BUKTI #8. Text Qur’an

Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita
perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan
yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai
usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang
pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?

Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti
itu. Ada sebuah ayat , yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam
mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai
perlakuan anak Yatim juga valid doaplikasikan ada anak kita sendiri
sendiri. Ayat tsb mengatakan :

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan
pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata
yang baik. (Qs. 4:5)

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk
menikah.. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ??
(Qs. 4:6)

Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk
(a) memberi makan mereka,
(b) memberi pakaian,
(c) mendidik mereka, dan
(d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Disini, ayat Qur’an menyatakan ttg butuhnya bukti yang teliti
terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test
yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan
pengelolaan harta-harta kepada mereka.

Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim
yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan
pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa
mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan,
Gadis tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik
untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99)
menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk
bermain dengan mainannya daripada

mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karean itu sangatlah sulit untuk
empercayai, bahwa AbuBakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan
anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50
tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang
gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya.
Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,” berapa banyak di antara
kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil
memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya
adalah Nol besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas
mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7
tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah
dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia
pernikahannya?

Abu Bakar merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita
semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang
anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu
Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah
proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan
datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karean itu
menentang hukum-hukum Quran.

Kesimpulan:
Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum
kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karean itu, Cerita pernikahan
Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
---------------------------------------------------------------------------------
BUKTI #9: Ijin dalam pernikahan

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan
yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by
James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible
dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah
pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan
oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai
validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa AbuBakr, seorang laki-laki yang
cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras ttg persetujuan
pernikahan gadis 7 tahun

(anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari
seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main
dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

KESIMPULAN:
Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan
tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami ttg klausa
persetujuan dari pihak isteri. Oleh karean itu, hanya ada satu
kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara
intelektual maupun fisik.
---------------------------------------------------------------------------------
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++

======================================================
SUMMARY

Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau
laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan
Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak
pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karean ini tak pernah
terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn
`Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan
riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk
menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar
lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama
di Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan
Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia
menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami
internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat
usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karean adanya
kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karean itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai
usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan
cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak
disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan
gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan
kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab
============================================

Sumber : H. Insan LS Mokoginta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar